Wednesday, March 15, 2006

Sepok

Sepok, kata ini kini semakin jarang terdengar dalam kehidupan sehari-hari di komunitas yang berbahasa Melayu di Pontianak dan sekitarnya. Dahulu kata ini kerap digunakan, khususnya untuk menggambarkan prilaku atau sifat seseorang yang kurang mengikuti perkembangan zaman. Di sebuah acara radio yang populer di kota ini pada era 80-an, yakni acara “Obrolan Bang Lan dan Mak Jaenab” di Radio Diah Rosanti, kalimat ini lancar mengalir dari almarhum sang penyiar yang memiliki kemampuan menyajikan dialog 2 orang berjenis kelamin berbeda tersebut. Kalau kita perhatikan di radio-radio lokal saat ini, para penyiar mungkin lebih akrab menggunakan kata 'kampungan' mengikuti gaya bicara yang digunakan pada acara-acara sinema elektronik, yang menjadi konsumsi hari-hari warga nusantara saat ini.
Entah siapa yang pertama kali menggunakan kalimat ini sebagai ungkapan tersebut dan sejak kapan ungkapan tersebut terpopulerkan. Kalau kita coba menggali darimana kata itu berasal. Saya memiliki dua dugaan mengapa kata tersebut dipakai untuk menggambarkan seseorang yang ketinggalan zaman.
Dugaan pertama saya, kata sepok secara harfiah berarti tanah gambut. Nah, karena banyak juga orang di Pontianak menganggap tanah gambut adalah tanah yang belum matang, karena belum dapat digunakan maksimal untuk bertani, dan butuh pembakaran untuk mematangkannya. Kondisi ketidakmatangan inilah yang mungkin diambil untuk diasosiasikan dengan ketertinggalan zaman. Kalau memang diinspirasikan dari tanah gambut ini, tentunya pengonotasian dengan ketertingalan zaman akan dapat berumur panjang, karena pola pematangan tanah gambut dengan menggunakan pembakaran masih berlangsung hingga saat ini. Lihatlah apa yang terjadi setiap musim kemarau, Pontianak selalu diselimuti asap akibat kebiasaan tersebut.
Dugaan lainnya, sepok diambil dari sebuah daerah di Kecamatan Sungai Kakap, yang hingga 1990-an masih sangat terisolisasi akibat belum tersedianya transportasi yang memadai ke kawasan tersebut. Mungkin karena letaknya yang relatif dekat, tapi karena minimnya transportasi ke kawasan ini, banyak yang beranggapan kawasan ini kerap tertinggal informasi dibandingkan daerah lain. Nah, kalau memang hal ini yang menjadikannya penyebab digunakannya kata sepok untuk menggambarkan ketertinggalan zaman, tentunya mungkin saja kata sepok pada suatu hari tidak lagi pas untuk menggambarkan ketertinggalan zaman. Khususnya, saat transportasi ke daerah sudah bukan lagi merupakan sebuah hambatan. Kabarnya, sejak beberapa waktu yang lalu, di daerah ini bahkan sudah dapat digunakan telepon seluler, yang dalam makna lainnya daerah ini telah pula tergabung sebagai sebuah titik di dalam globalisasi informasi yang sedang berlangsung.
Walahualam dah mana yang jadi sumber inspirasi penggunaan kata yang semakin hari semakin tergerus oleh budaya dominan (baca: bahasa Jakarta), yang semakin meminggirkan bahasa dan istilah-istilah lokal kita.

4 Comments:

Blogger indah lie said...

Kalau ngak salah, sepok pertama itu dari bahasa "khek". Mamak dan Bapak ku kalau ngomong soal tanah gambut pasti ngebutnya sepok. Katanya memang itu namanya.

Kayaknya yang kedua lah lebih tepat, teman kuliahku dulu yang kerja di Kakap pun pernah cerita soal sepok.

7:24 PM  
Anonymous Anonymous said...

helo orang pontianak, salam kenal yak :)

12:59 AM  
Blogger shofiar said...

Makenye Bang, Jangan lama-lama ninggalkan kampung kite.....

6:52 PM  
Blogger shofiar said...

Makenye Bang, jangan lama-lama ninggalkan "Kampung Kite" nih. Sekali-kali ditengok......

6:54 PM  

Post a Comment

<< Home