Monday, July 13, 2009

Sentiong

Akhirnya tuntas juga kubaca buku yang telah lama kucari-cari ini. Buku terjemahan yang berhalaman cukup lumayan tebal ini berkali-kali muncul kala sedang mencari infomasi tentang kampung halamanku di mesin pencari google. Buku berjudul asli “Golddiggers, Farmers, and Traders in The Chinesse District of West Kalimantan Indonesia” yang dikarang oleh Mary Somers Heidhues dan terjemahannya diterbitkan oleh Yayasan Nabil ini melengkapi koleksi referensiku tentang sejarah pemukim Cina di Kalbar. Setelah beberapa tahun yang lalu di sebuah situs kujumpai sebuah disertasi dari Universitas Leiden berjudul Chiness Democracy yang ditulis oleh Yuan Bingling (www.xiguan.net/yuanbingling), yang mengambil pengamatan pada kurun waktu yang berdekatan.

Kedua refensi ini sangat memberikan gambaran utuh tentang kampung halamanku di era 1700 hingga awal 1900an--kala para migran china di awal-awal bermukim di tanah yang kaya emas, kalimantan--, baik menyangkut pertarungan politik maupun pengusahaan ekonomi. Pembelajaran masa lalu ini menarik sekali untuk diambil hikmahnya. Dimana kerap kali terlihat keinginan dominasi atas penguasaan sumber ekonomi oleh segelintir elit akan dengan mudah mengorbankan rakyat yang tak berdosa. Dan cara-cara kekerasan dengan mempergunakan atribut etnisitas akan dengan mudah memperbesar eskalasi konflik yang sekaligus menutupi kepentingan penguasaan sumber daya. Padahal di ujung cerita, setelah konflik usai ternyata keinginan penguasaan itupun taklah pula berbuah kemakmuran ataulah kejayaan. Sebaliknya luka pada pola relasi antar etnisitas yang ada menjadi semakin melebar.

Pemukim Cina menurut amatanku sejatinya telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perkembangan Kalimantan Barat. Interaksi mereka dengan penduduk lokal dapatlah dikatakan amat erat. Teknologi pertambangan dan pertanian yang mereka bawa cukup banyak berkontribusi pada praktek yang berlangsung hingga saat ini. Penggunaan air yang dialirkan di alur emas yang ada dan pengaturan bagi air limbah yang dihasilkan dari proses penambangan diperkenalkan oleh para migran yang ulet ini. Demikian pula dengan beberapa peralatan pertanian seperti tajak, mata cangkul yang khas dan peralatan pertanian lainnya. Pun budidaya padi sawah beririgasi, pertanian sayur, lada dan karet tak lepas dari pengaruh mereka.

Saat melihat sketsa kota Pontianak di pertengahan 1800-an, yang menjadi sampul buku terjemahan ini, ingatanku pun melayang pada sebuah nama yakni Sentiong. Nama ini serupa dengan nama lokasi sejenis di Jakarta, yakni Kramat Sentiong, yang juga merupakan sebuah kawasan pekuburan Cina. Mungkin saja beberapa migran awal Cina yang bermukim di Kota Pontianak dan sekitarnya dikuburkan di kawasan pekuburan ini. Sayang untuk membuktikannya tak lah dapat kulakukan. Lokasi ini telah lenyap dimakan peradaban baru. Pembangunan dan modernitas tampaknya tak bersahabat dengan situs-situs tua, yang cenderung dipandang kuno ataupun tertinggal.

Hingga akhir 1970-an ataupun awal 1980-an lokasi ini masih belum banyak berubah sebagai kawasan pekuburan. Namun tuntutan perkembangan kota akhirnya menggusurnya menjadi kawasan perkantoran dan perumahan pegawai pemerintah. Kini, setelah lebih 25 tahun kemudian, kawasan yang dulu tampak angker itu, telah berubah menjadi kawasan elit Kota Pontianak. Kawasan yang dulu di rencana awalnya, hanya akan dimanfaatkan sebagai kawasan perkantoran, pendidikan dan pemukiman pegawai ini, telah pula disisipi beberapa fasilitas bisnis, seperti ruko, rukan, rumah sakit bahkan mall. Kawasan ini dimasaku SMA, di akhir 80 hingga awal 1990-an, terkenal dengan sebutan LA atau lintas ayani. Sebutan ini mengikuti trend yang sedang marak pada masa di ibukota yang memiliki Lintas Melawai. Pada masaku SMA, jalan ini menjadi tempat nongkrong utama, yang merupakan tujuan utama bagi kami di malam minggu atau sekedar berjalan-jalan sore. Tampaknya, nongkrong di sekitar LA ini sudah mulai ditinggalkan dan beralih ke mall ataupun café-café yang bertumbuhan. Pun kebiasaan yang ada dizamanku telah pula digerus oleh trend baru yang muncul dikemudian.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home