Monday, October 30, 2006

Tapok Kaleng

Tak terasa hari lebaranpun telah tiba, walaupun di negeriku tahun ini setidaknya terdapat tiga kelompok yang berbeda hari merayakannya. Seperti halnya kebanyakan anak-anak lain di Nusantara, lebaran bagiku dan teman sebaya di Pontianak sewaktu kecil merupakan momentum yang ditunggu-tunggu. Pakaian baru dan angpau (uang tempel) menjadi daya tarik penting dari lebaran. Dan terkadang keduanya seakan menjadi ajang perlombaan di antara teman sebaya, baik ajang perlombaan memperoleh pakaian yang paling trendy pada masa itu dan juga ajang mengumpulkan angpau yang terbanyak. Walaupun kami kerap pula menjadikan ajang ketahanan berpuasa sebagai adu gengsi diantara teman sepermainan, dimana yang banyak batal puasanya akan selalu dipandang remeh oleh lainnya. Ketidaktahanan berpuasa ini dapat saja dijadikan senjata untuk mencela seorang kawan selama setahun penuh.

Sehabis shalat Ied, acara silaturahmi dan saling berkunjung merupakan sebuah tradisi yang melekat di hari yang suci ini. Tradisi berkunjung ini harus saling berbalasan dan dapat berlangsung hingga satu minggu penuh. Di hari pertama, kunjungan lebih diutamakan pada pihak keluarga, selain menyambangi makam para generasi pendahulu. Selepas keluarga dikunjungi, barulah teman sejawat ataupun tetangga. Kunjungan resmi yang demikian biasanya diikuti oleh seluruh anggota keluarga.
Nah, selain kunjungan resmi ini, biasanya aku dan teman-teman sebaya juga punya kebiasaan melakukan kunjugan secara berkelompok. Satu kelompok bisa terdiri dari 5 orang anak, bahkan tak jarang bisa pula mencapai lebih dari sepuluh orang anak. Kunjungan dengan sesama teman sebaya ini, biasanya dilakukan pada malam hari. Tidak hanya tetangga dekat dan dikenal saja yang akan kami kunjungi, yang tak dikenalpun tak jarang kami sambangi. Biasanya , sasaran rumah yang akan dikunjungi adalah rumah yang orangnya tidak pelit dan ramah (akan menjadi prioritas jika sang tuan rumah menyediakan angpau bagi tamunya), kuenye berlimpah dan menyajikan minuman berupa aek kaleng atau aek begas (minuman bersoda di dalam kemasan kaleng). Waktu itu, keluarga yang menyediakan aek kaleng masih sangat terbatas, tidak seperti sekarang, yang harganya sudah dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Aek kaleng yang menjadi favorit di masaku kecil tersebut adalah jup atau tujuh up (7 up-seven up). Ngocek atau menyembunyikan aek kaleng ataupun makanan di kocek (kantong) celana atau merupakan perilaku yang tak jarang kami lakukan sewaktu kecil. Tak heran, sewaktu kecil, baju dan celana yang memiliki banyak kantong merupakan baju favorit diwaktu lebaran.

Kalau airnya habis diminum, kaleng sisa dari aek kaleng juga selalu dimanfaatkan olehku dan kawan-kawanku untuk digunakan bermain. Permainan tersebut adalah tapok kaleng, yang menjadi permainan khas pada saat paska lebaran. Aturan permainannya sesungguhnya tak jauh berbeda dengan petak umpet atau permainan sembunyi-sembunyian lainnya. Namun, pada permainan tapok kaleng, orang yang menjaga, harus melindungi bangunan piramida yang dibangun dari kaleng bekas aek kaleng dari upaya perusakan yang dilakukan oleh peserta lainnya. Biasanya permainan didahului dengan pimpah (hompimpah) dan pingsut (suit) untuk menentukan yang akan menjaga pertama kali. Selanjutnya, peserta secara bersama-sama menyusun kaleng yang ada menjadi piramida. Sebelum sembunyi, peserta yang terpilih akan menghancurkan susunan piramida kaleng, dengan melemparkan sebuah kaleng yang jadi combok (penanda bagi yang menjaga) ke arah piramida. Saat piramida aek kaleng hancur, para peserta lainnya akan segera bersembunyi, sementara yang jaga akan membangun kembali piramida yang hancur tersebut dan meletakkan kaleng combok di dekat piramida yang disusunnya. Setelah selesai membangun piramida, barulah si penjaga akan mencari peserta lainnya yang sembunyi. Jika menemukan seorang peserta, si penjaga harus berlari ke arah piramida dan menginjak combok sambil menyebutkan nama orang yang ditemukannya dan dimana lokasi sembunyinya. Demikian seterusnya, sampai seluruh peserta diketemukannya. Peserta yang pertama kali diketemukan akanlah mendapat giliran jaga yang berikutnya. Kalau si penjaga berupa untuk mencari peserta lainnya sembari menjaga piramida aek kaleng, para peserta yang tidak menjaga dan belum ketahuan/ tertangkap memiliki kesempatan untuk menghancurkan piramida dengan menyepaknya secara langsung. Tidak diperkenan mereka menghancurkanya dengan menggunakan peralatan ataupun melemparnya. Jika piramida aek kaleng berhasil dihancurkan oleh peserta lainnya, si penjaga akan kembali menyusun piramida tersebut dan mencari kembali peserta lainnya sedari awal. Permainan yang sederhana ini dapat dimainkan setidaknya mulai dari 5 orang hingga belasan orang. Dan pastinya, semakin banyak pesertanya akan semakin seru dan berkeringat.

Saat ini mungkin aek kaleng tak lagi berkesan dan menjadi minuman khas sewaktu lebaran saja. Sebab minuman bersoda telah menjadi minuman sehari-hari anak di kotaku tercinta. Minuman ini kini telah menjadi minuman komplemen bagi beberapa restoran cepat saji yang telah menjamur dan digemari oleh anak-anak, seperti halnya anakku.