Friday, February 08, 2008

Maen Kelayang

Sejak pertengahan awal tahun ini, aku kembali melanjutkan perantauan. Setelah hampir 3 (tiga) tahun bermukim di Jakarta, tempat rantauku kali ini adalah Sumatera Utara. Walaupun memang secara genetik, daerah ini merupakan daerah asal kedua orang tuaku, namun baru kali inilah aku harus bermukim lama di daerah ini, setidaknya untuk satu tahun ke depan.


Di hari-hari awal perantauanku, karena masih malas (belum tergerak) untuk bersilaturahmi pada para keluarga orang tuaku. Pun, masih belum pula tertarik mengeksplorasi sudut-sudut Kota Medan, kuhabiskan saja waktu menonton beberapa film bajakan produksi Glodok yang memang kupersiapkan menjadi antisipator pembunuh kejenuhan.


Dari tiga film yang kutonton, salah satu film yang menarik hatiku adalah sebuah film berjudul The Kite Runner. Sebuah film menarik yang berdasarkan sebuah novel dari seorang penulis Afganistan, Khaled Hosseini. Inti cerita film ini adalah persahabatan dua anak manusia yang tak hilang dimakan waktu, jarak, kekerasan akibat perang dan pilihan kehidupan. Tak elok rasanya menceritakan isi film ini, karena hanyalah ¾ film yang dapat kutonton. Sisanya, rusak mungkin akibat burning yang tak sempurna atau kerusakan trek pada cakram DVD-nya. Kesal rasanya, namun dimaklumi sajalah, inilah salah satu resiko membeli film bajakan. Kilasan cerita film ini dapat kiranya dicari melalui Google (dimana salah satu hasil pencariannya: http://www.bamboozled.org/article/368/kite_runner).


Film ini mengembalikan memoriku kembali ke masa kecil, saat masih menjadi penghuni sebuah komplek tentara Asrama Hidayat di Sungai Bangkok, Pontianak. Bermain kelayang (dalam bahasa Indonesia layang-layang atau kelayangan) adalah salah satu permainan favoritku dan teman sebayaku. Walaupun tak pintar memainkan kelayang, mengejar kelayang putus merupakan suatu kegemaranku. Berkejaran di sela-sela barak, dapur umum, WC umum dan jeding (bak penyimpanan air dari semen) serta lapangan, menjadi jamak saat aku dulu berpartisipasi dalam ritual kejar kelayang.


Saat kukenang-kenang permainan kelayang. Muncul kembali lagi beberapa istilah khas permainan ini. Setidaknya, ada lima belas istilah yang muncul dan kucoba mengingat kembali arti atau makna istilah-istilah itu. Ah, mungkin saja ada yang tak pas, sudah setidaknya 25 tahun berlalu. Maklumi saja ya.



  • Anjung : Merupakan langkah persiapan melayangkan kelayang ke angkasa. Saat pemain (pengemudi) kelayang bersiap untuk menaikkan kelayang, biasanya akan meminta seorang teman untuk memegangkan kelayangnya dan maju beberapa langkah. Selanjutnya, sang pemain akan menarik layangan itu dan mengendalikannya agar naik ke angkasa. Aktivitas membantu naiknya layangan ini biasanya disebut meng-anjung-kan layangan.

  • Saok : Kegiatan mencoba mendapatkan kelayang yang putus dengan menangkapnya di udara. Biasanya kelayang yang berperan khusus untuk kegiatan menyaok kelayang disebut penyaok. Untuk mempermudah menyaok, tak jarang kelayang berjenis penyaok akan menambahkan kawat atau diikatkan lidi pada tali kelayangnya.

  • Gelondong : Tempat menyimpan benang (tali) kelayang. Biasanya bagi para profesional pemain kelayang, gelondong ini terbuat dari kayu berdiameter kira-kira 20 cm dengan bagian tengah yang dibolongi ataupun pipa paralon yang dibakar kedua ujungnya dan tak jarang dilengkapi sistem penggulung benang yang canggih. Saat kukecil dulu, aku dan kawan-kawanku lebih sering menggunakan kaleng bekas sebagai gelondong.

  • Tali terajuk : Tali yang menghubungkan bagian tengah dan bagian bawah kelayang. Dari tali inilah baru kemudian kelayang dihubungkan dengan benang kelayang yang berasal dari gelondong.

  • Rambuk : Ekor yang diberikan ke layangan untuk memperindah tampilan layangan. Ada yang membuatnya dari kertas berwarna-warni, namun tak jarang pula yang menggunakan plastik isi kaset video sebagai rambuk.

  • Cap : Tulisan atau motif pada layangan. Tak jarang motif tertentu menjadi milik sekelompok pemain kelayang tertentu pula.

  • Gelasan : Jenis benang layangan yang dilapisi oleh unsur gelas. Ada dua jenis gelasan yang biasa dipergunakan, yakni gelasan mambo (dari benang sejenis benang jahit namun lebih tebal) dan gelasan plastik (dari benang sejenis nilon). Sudah merupakan hal yang jamak, jika campuran pembuatan gelasan menjadi rahasia pembuatnya. Walaupun bahan pembuatnya merupakan campuran dari bahan-bahan umum, seperti: bubuk kaca yang telah ditumbuk, bubuk canai (sejenis batuan granit), pewarna kain, dan lem kayu.

  • Senget : Gerakan kelayang yang gerakannya tidak seimbang, biasanya lebih miring ke kiri atau ke kanan. Untuk mengobati senget ini, biasanya sering diikatkan rumput pada bagian yang kanan atau kiri kelayang, yang bertujuan memperbaiki keseimbangan kelayang.

  • Gedek : Gerakan kelayang yang seimbang, namun bergetar menahan angin. Biasanya untuk memperbaikinya, dilakukan perubahan ukuran tali terajuk.

  • Timpa’ : Adu kelayang yang terbang di udara.

  • Hambur : Teknik bermain kelayang dengan mengulurkan benang kelayang, biasanya tujuannya agar tali layangan menjadi lebih kendur

  • Sentak : Teknik bermain kelayang dengan menarik benang kelayang secara mengejutkan.

  • Embut : Teknik bermain kelayang dengan menarik benang kelayang dengan secepat-cepatnya

  • Belet : Teknik bermain kelayang dengan berusaha membelitkan benang kelayang kita pada benang kelayang lawan saat sedang timpa’ ataupun pada kelayang yang sedang putus agar kelayang itu dapat diambil pada saat menyaok.

  • Sebe (cebe) : Sobek pada bagian kertas kelayang. Agar bisa tetap dimainkan, bagian sobek ini akan ditambal kembali. Nasi biasanya dipergunakan sebagai lem pada kondisi darurat.

  • Putus genting : Putusnya kelayang bukan diakibatkan aktivitas timpa’, melainkan akibat lain, seperti rapuhnya benang atau benang layangan terkena seng rumah. Biasanya, kelayang yang putus genting dapat diminta kembali oleh pemiliknya. Sementara kelayang yang putus akibat timpa’ akan diperebutkan, baik oleh kelayang lainnya dengan cara menyaoknya maupun para pengejar kelayang.

  • Pokok tali: Saat timpa’ ataupun secara tidak sengaja, kejadian dimana kelayang putus karena tidak terkena bagian gelasan, namun pada bagian benang biasa.

  • Gong-gong : Kondisi dimana kelayang yang putus tersangkut pada kelayang lawannya timpa’ ataupun kelayang penyaok yang mencoba menyaoknya.